Thursday, January 25, 2007

(Kasus Rumpin) Marsekal Herman: TNI AU "Cooling Down"

Kamis, 25 Januari 2007

Jakarta, Kompas - Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Herman Prayitno menyatakan, untuk sementara waktu pihaknya akan berupaya meredam suasana (cooling down) menyusul bentrok yang terjadi antara personel TNI AU dan masyarakat terkait sengketa lahan di kawasan Rumpin, Bogor, Jawa Barat.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Herman dalam jumpa pers, Rabu (24/1), seusai mengikuti rapat pimpinan TNI di Markas Besar (Mabes) TNI di Cilangkap. Akan tetapi, Herman memastikan rencana Mabes TNI AU untuk membangun kawasan tersebut tetap akan dilanjutkan.

"Sekarang kami mau cooling down dululah. Nanti kalau masyarakat sedang diam ya, kami akan bekerja," ujar Herman.

Menurut Herman, berdasarkan dokumen yang dimiliki TNI AU, keberadaan lahan seluas 2.000 hektar di kawasan tersebut sudah masuk dan terdaftar dalam inventaris kekayaan negara (IKN), yang juga telah didaftarkan ke Departemen Pertahanan.

"Dari sejarah yang kami punya, tanah di sana berstatus IKN TNI AU. Rencananya kami memang ingin membangun fasilitas latihan untuk Paskhas TNI AU. Karena ada banyak pihak terlibat dalam masalah ini, seperti LAPAN dan pemerintah daerah di sana, kami berencana membicarakannya baik-baik dengan meminta Departemen Dalam Negeri memanggil Bupati Bogor," ujar Herman.

Dalam kesempatan yang sama, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto meminta semua pihak bersikap proporsional dalam melihat peristiwa ini. Jika memang menginginkan TNI profesional dan terlatih, bagaimana bisa ketika institusinya berencana membangun sarana masyarakat malah menolak.

Menggugat lewat pengadilan

Warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Bogor, Rabu kemarin bertekad akan menuntut secara hukum TNI AU atas dugaan penyerobotan tanah mereka melalui pengadilan. Pemkab Bogor akan memfasilitasi tim pengacara untuk warga.

"Warga juga sudah menunjuk lima pengacara," kata Camat Rumpin Dace Supriadi yang turut dalam pertemuan warga yang membicarakan gugatan warga terhadap TNI AU. (DWA/RTS)

PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA (PRP)

Bebaskan segera warga yang ditangkap oleh aparat TNI AU !!!
Hentikan segala bentuk intimidasi, teror, dan kekerasan yang dilakukan aparat TNI AU !!!


Salam rakyat pekerja,

Pengambilalihan tanah warga oleh negara melalui aparat-aparat negara kembali terjadi di Indonesia. Saat ini pengambilalihan tanah warga di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor dilakukan oleh para aparat TNI AU. Kasus sengketa tanah seluas 100 hektar tersebut sebenarnya telah mencuat awal November 2006 yang lalu. Saat itu TNI AU, dalam hal ini aparat Pangkalan Udara Atang Sanjaya, Bogor, mulai melakukan penggalian di lahan tersebut untuk membangun fasilitas yang disebut water training.

Komandan Pangkalan Udara Atang Sandjaya, Bogor, Marsekal Pertama TNI Ignatius Basuki menjelaskan bahwa di desa tersebut akan dibangun Markas Komando Detasemen Bravo Paskhas TNI AU serta fasilitas latihannya. Bahkan Ignatius Basuki sudah mewanti-wanti agar warga tidak mengganggu proyek pembangunan tersebut.

Namun warga keberatan terhadap proyek tersebut karena lahan yang digunakan diklaim milik warga dan aset desa. Aksi pemblokiran jalan akhirnya dilakukan oleh warga dua desa untuk memprotes pengerjaan proyek milik TNI AU. Jalan sepanjang sekitar 50 meter menuju lokasi proyek milik TNI AU telah diblokir sejak Desember 2006 oleh ratusan warga dari desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor dan Desa Suradita, Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang dengan menggunakan pohon bambu, balok dan batu belah.

Usaha melaporkan tindakan aparat TNI AU pun telah dilakukan oleh warga Cisauk dan Rumpin dengan mendatangi Kantor Kepolisian Resor Bogor dan Markas Detasemen Polisi Militer III/1 Bogor. Bahkan mereka sudah mengadukan nasib mereka ke kepala desa, camat, bupati, DPRD Kabupaten Bogor hingga Departemen Pertahanan. Namun sampai hari ini hasilnya tetap tidak jelas.

Titik terang akan ditariknya pasukan TNI AU dari tanah warga sebenarnya sudah dapat terlihat ketika hasil rapat kerja komisi A DPRD Kab Bogor bulan Desember 2006 meminta Komandan Pangkalan Udara Atang Sandjaya menarik pasukannya dari Desa Sukamulya. DPRD juga meminta mereka menghentikan pengerjaan proyek hingga masalah sengketa lahan antara pihak pangkalan udara dan warga selesai. Namun hal itu juga tidak terlaksana,karena kenyataannya pasukan TNI AU sampai bulan Januari 2007 masih saja berada di tanah warga.

Puncaknya pada tanggal 21 Januari 2007 terjadi bentrokan antara ratusan warga dan aparat TNI AU. Bentrokan tersebut melibatkan ratusan warga dan empat peleton TNI AU. Beberapa warga sempat terluka karena mempertahankan tanah mereka dari pengambilalihan TNI AU. Buntut dari bentrokan itu adalah penangkapan terhadap warga pun dilakukan oleh aparat TNI AU. Sebanyak 5 orang warga sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya setelah ditangkap oleh aparat TNI AU. Adapun tokoh-tokoh masyarakat yang ditangkap TNI AU adalah Haji Amir, Uci, dan Cece Rahman. Salah seorang lagi adalah Wowon dari Aliansi Gerakan Agraria (AGRA). Tokoh-tokoh tersebut diseret secara paksa oleh pasukan TNI AU dan dibawa ke suatu tempat yang hingga kini belum diketahui.

Selain penangkapan, TNI AU juga melakukan perampasan dua pesawat telepon selular milik Cece Rahman dan Wowon. Warga juga melaporkan bahwa aparat TNI AU juga menyita kalung emas dan telepon selular yang lain milik warga. Penyitaan tanpa dasar hukum ini jelas merupakan perbuatan kriminal yang dilakukan TNI AU.

Bahkan pada hari ini pun, aparat TNI AU melakukan penambahan pasukan dan memblokir seluruh akses masuk ke lokasi sengketa di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Akibatnya beberapa warga yang terluka namun belum sempat dievakuasi ke rumah sakit akibat bentrokan belum bisa mendapatkan pengobatan yang memadai.

TNI AU juga melakukan penjagaan di tiap-tiap rumah warga. Tidak kurang empat personel ditempatkan di setiap rumah warga. Tindakan TNI AU ini jelas semakin mempertinggi trauma dan ketakutan di kalangan warga.

Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) sangat mengecam aksi penangkapan ilegal yan dilakukan oleh aparat TNI AU, karena jelas penangkapan tersebut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:
  1. Mengecam keras tindakan penangkapan, intimidasi, teror, perampasan dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI AU.
  2. Menuntut Komandan Pangkalan Udara Atang Sandjaya, Bogor untuk membebaskan seluruh tokoh warga yang ditangkap oleh aparat TNI AU karena jelas aksi tersebut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
  3. Seluruh pasukan TNI AU di wilayah tersebut harus ditarik dari tanah sengketa.
    Hentikan segera segala bentuk intimidasi, teror dan kekerasan yang dilakukan aparat TNI AU.
  4. Usut dan adili aparat TNI AU yang terbukti melakukan tindakan kekerasan berupa penembakan, pemukulan, perampasan secara tidak sah atas barang-barang milik warga.
  5. Kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) juga menghimbau seluruh rakyat pekerja, baik dari buruh, petani, rakyat miskin kota dan mahasiswa untuk memberikan pernyataan sikap dan solidaritasnya terhadap perjuangan warga desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Seluruh rakyat pekerja harus bersatu melawan segala penindasan dan segala bentuk ketidakadilan di bumi Indonesia.

    Jakarta, 23 Januari 2007


    Sekertaris Jenderal




    Irwansyah

PERNYATAAN SIKAP ATAS KEKERASAN TERHADAP KAUM TANI DI RUMPIN BOGOR - JAWA BARAT

Usut Tuntas/Pecat Semua Pelaku Kekerasan dan Penembakan Terhadap Kaum Tani Desa Sukamulya Kec. Rumpin Kab. Bogor Jawa Barat !!!
Hentikan Pembangunan Water Training dan Penambangan Pasir Oleh TNI AU di Desa Sukamulya Kec. Rumpin Kab. Bogor Jawa Barat !!!
Bebaskan Tanpa Syarat Semua Aktivis Tani Dan Pimpinan Massa Kaum Tani Desa Sukamulya Kec. Rumpin Kab. Bogor Jawa Barat Yang Ditahan !!!
Kembalikan Tanah Untuk Kaum Tani Desa Sukamulya Kec. Rumpin Kab. Bogor Jawa Barat !!!

Salam Demokrasi;
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan M. Jusuf Kalla (JK) telah nyata-nyata gagal membawa Indonesia ke dalam suasana perubahan yang dijanjikan. Sebaliknya, pengkhianatan demi pengkhianatan terhadap amanat dan keinginan luhur Rakyat semakin menjadi-jadi dan seperti tidak ada kendali. Maka menjadi semakin jelas di mata Rakyat, bahwa rejim SBY-JK adalah perwujudan yang paling nyata dari klas-klas yang menjadi musuh dan selalu memusuhi rakyat; yakni kapitalis komprador, tuan-tanah besar, dan kapitalis birokrat. Klas-klas tersebut lebih gemar menjadi wayang-wayang imperialisme atau anjing-anjing penjaga kekuasaan feodalisme. Sudah pasti, SBY-JK itu tidak akan mampu mendengarkan suara Rakyat apalagi menjalankan keinginan Rakyat. Kaum Tani Indonesia mencatat, pengkhianatan rejim SBY-JK telah dimulai dari keengganannya untuk melaksanakan reforma agraria sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 dan diperkuat oleh Ketetapan MPR nomor IX tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Disusul kemudian berlakunya kebijakan represif yang Anti-Rakyat dan Pro-Penggusuran Tanah melalui Perpres No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah demi Pembangunan Kepentingan Umum, dengan ini SBY-JK memberikan pembenaran terhadap perampasan tanah rakyat, khususnya tanah garapan kaum tani. Ini semua adalah bukti yang paling nyata bahwa rejim ini adalah REJIM ANTI-RAKYAT KAKI TANGAN IMPERIALISME DAN FEODALISME.
Masih terang dalam ingatan kita beberapa contoh kekerasan yang telah dilakukan; mulai dari Pembubaran rapat umum petani di Lombok Tengah-NTB, kekerasan terhadap petani di Kontu-Sulawesi Tenggara, kekerasan terhadap petani Kabupaten Sika- NTT dan di sejumlah wilayah lainnya termasuk diantaranya penggusuran terhadap kaum miskin kota di berbagai wilayah di Indonesia, kekerasan dan penggusuran 74 rumah masyarakat dan petani penggarap Register 45 Sungai Buaya Kabupaten Tulang Bawang Lampung, semuanya menjadi saksi atas masih kuatnya karakter anti demokrasi warisan Pemerintahan Orde Baru.
Dan contoh terakhir, lagi-lagi kekerasan terhadap kaum tani kembali terjadi di Desa Sukamulya Kec. Rumpin Kab. Bogor Jawa Barat pada Senin 22 Januari 2007. Sekitar 500 orang kaum tani yang teguh mempertahankan tanahnya yang diklaim oleh TNI AU dihadapi oleh 4 Truk Pasukan TNI AU dari Pangkalan Udara Atang Sendjaja. Akibatnya, 1 orang luka tembak serius, 100-an orang luka ringan dan 4 orang aktivis tani dan pimpinan massa tani ditangkap. Dan pagi ini, 23 Januari 2007, kembali 4 truk pasukan TNI AU melakukan penangkapan atas 20 orang kaum tani.
Perlu diketahui bahwa sampai detik ini proses pembebasan tanah belum selesai urusannya, sehingga kaum tani pemilik tanah dengan sekuat tenaga terus mempertahankan tanah-tanah pertaniannya dengan menjalankan kerja produksi pertanian seperti hari-hari biasa sebelumnya untuk menyambung sisa-sisa hidupnya. Sementara seenaknya saja, TNI AU sudah mulai membangun Water Training untuk latihan tempur dan melakukan penambangan pasir illegal di tanah milik kaum tani.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa pihak TNI AU sengaja melakukan premanisme terhadap kaum tani di Rumpin Bogor Jawa Barat. Dan jelaslah bahwa mereka adalah wakil-wakil terpercaya dari REJIM ANTI-RAKYAT KAKI TANGAN IMPERIALISME DAN FEODALISME yang berwujud sebagai Aparat yang tidak lebih dari pelayan setia kepentingan sang tuan modal.
Atas dasar kenyataan ini, kami Komite Persiapan Wilayah Aliansi Gerakan Reforma Agraria Jawa Timur (KPW AGRA JATIM) menyatakan:

1. Usut Tuntas/Pecat Semua Pelaku Kekerasan dan Penembakan Terhadap Kaum Tani Rumpin Bogor Jawa Barat !!!
2. Hentikan Pembangunan Water Training dan Penambangan Pasir Oleh TNI AU di Rumpin Bogor Jawa Barat !!!
3. Bebaskan Tanpa Syarat Semua Aktivis Tani Dan Pimpinan Massa Kaum Tani Rumpin Bogor Jawa Barat Yang Ditahan !!!
4. Kembalikan Tanah Untuk Kaum Tani Rumpin Bogor Jawa Barat !!!

SBY-JK Perampas Tanah Rakyat !!!
Tidak Ada Demokrasi Tanpa Land-Reform !!!
Bersatulah Kaum Tani se-Indonesia !!!
Galang Front Persatuan !!!
Salam Demokrasi !!!

Malang; 23 Januari 2007
Komite Persiapan Wilayah
Aliansi Gerakan Reforma Agraria Jawa Timur
KPW AGRA JATIM


J o k o S a n t o s o
Sekretaris Wilayah

Pemerintah Harus Usut Kekerasan di Rumpin

Selasa, 23 Januari 2007 20:45 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Masyarakat meminta pemerintah mengusut tindak kekerasan yang terjadi di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Bogor, sejak 21 Januari lalu. Permintaan ini disampaikan dalam siaran pers bersama di kantor KontraS, Selasa (23/1). Organisasi yang hadir dalam acara itu antara lain Front Mahasiswa Nasional (FMN), KontraS, Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (AGRA), WALHI, dan Gabungan Serikat Buruh Independen.

Sekretaris Jenderal FMN Rido Lukman menyatakan, akibat tindak kekerasan itu masyarakat mengalami ketakutan dan mengungsi ke kebun-kebun. “Hingga saat ini sulit untuk menembus lokasi, tentara masih melakukan penjagaan dan kampung-kampung diblokade,” katanya.

Mereka mengajukan lima tuntutan, yaitu mendesak agar Panglima TNI menarik mundur pasukan TNI-AU dari desa Sukamulya Kec. Rumpin, mendesak anggota DPR untuk segera meminta penjelasan kepada TNI, mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan reformasi agraria, serta mendesak polisi untuk melakukan langkah hukum terhadap aparat TNI-AU yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil di Rumpin.

Kartika Candra

http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2007/01/23/brk,20070123-91824,id.html

TNI AU Bantah Tembak Warga Cibitung

SUARA PEMBARUAN DAILY


[BOGOR] TNI Angkatan Udara (AU) Atang Senjaya Bogor, membantah telah menembak warga Desa Cibitung, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, dalam peristiwa bentrok fisik dengan ratusan warga setempat, yang dipicu sengketa lahan seluas 1.000 hektare. Meski membantah, TNI AU tetap menunggu hasil visum terhadap korban penembakan itu untuk ditindaklanjuti kasusnya.

Menurut Kapten Sus Ali Umri Lubis, juru penerangan TNI AU Atang Senjaya di Bogor, Selasa (23/1) dalam aksi penghadangan warga Desa Cibitung itu pada Senin (22/1) lalu, pihak aparat TNI AU hanya memberikan tembakan peringatan ke udara dengan menggunakan peluru hampa. Hal itu pun dilakukan karena aparat sudah terdesak oleh ratusan warga Cibitung yang membawa bambu runcing dan batu.

Buntut penyerangan ratusan warga terhadap proyek pembangunan tempat latihan di air (water training), milik TNI AU, di desa itu, kini enam warga yang diduga sebagai provoktor diamankan di Polsek Rumpin. Suasana desa tersebut, Selasa tampak lengang, warga tidak banyak beraktivitas. "Kami sudah menahan diri dan berusaha kondusif, tetapi warga terus menyerang kami. Ada yang melempar batu, membawa bambu runcing, tombak, dan senjata lainnya. Karena terdesak, kami membela diri sesuai protap," ujar Kapten Lubis.

Bentrokan antara warga dengan anggota TNI AU berawal ketika traktor datang ke lokasi pembangunan water training sekitar pukul 14.00 WIB. Satu jam kemudian, warga mulai berkumpul di dekat proyek itu, jumlahnya ratusan orang. Anggota TNI AU yang berseragam, lengkap dengan senjata dan peluru hampa, sudah berjaga-jaga. Sekitar pukul 16.00, warga mulai merangsek ke lokasi proyek.

Melihat kondisi ini, Pasukan Antihuru-Hara yang dilengkapi tameng, mengadang. Warga mulai melempari tentara, tercatat enam tameng rusak. Bahkan, seorang perwira kena lempar batu besar pada mulutnya, mengakibatnya beberapa giginya rontok. Hantaman batu juga kena kepalanya.

Tentara mulai terdesak, sesuai protap akhirnya mereka memberikan tembakan peringatan. Warga mulai kocar-kacir berlarian takut kena tembak.

Di lokasi bentrokan, ditemukan puluhan bambu runcing, tombak, puluhan ketapel, dan sejumlah batu. Menurut Lubis, water training dibangun sekitar pertengahan tahun 2006 lalu. Di kompleks itu, dibangun fasilitas latihan untuk meningkatkan kemampuan anggota TNI AU, terutama di air. Luas tanah hibah 100 hektare, namun yang akan dibangun hanya 10 hektare, "Jadi tidak benar akan dibangun seluas 1.000 hektare," tegasnya.

Lubis juga menolak tuduhan pembangunan water training yang ditentang warga sebagai upaya menutupi lokasi galian pasir. Ia menyebutkan, rencana pembangunan fasilitas latihan ini sudah disetujui oleh Markas Besar TNI AU.

Hanya saja, saat pelaksanaan pembangunan ada sejumlah orang yang memprovokasi warga untuk menentang pembangunan ini.

Sebelumnya, pada pertengahan Desember 2006, ratusan warga Desa Cibitung mengadukan nasibnya ke DPRD Kabupaten Bogor. DPRD menindaklanjuti dengan mendatangi Mabes TNI AU di Jakarta. Namun, para wakil rakyat itu, tidak mendapat jawaban yang memuaskan. [126]
Last modified: 23/1/07
http://suarapembaruan.com/News/2007/01/24/index.html

Situasi Rumpin Mencekam Paska Insiden Tertembaknya Warga

Selasa, 23 Januari 2007 22:32:00
Cibinong-RoL--Situasi Kampung Cibitung, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, sampai Selasa malam, masih sepi dan mencekam, setelah terjadinya kerusuhan antara TNI-AU dan warga setempat, yang menimbulkan korban di kalangan warga akibat tertembak.

Sejumlah warga laki-lakl yang pada Minggu dan Senin (21-22/1) melakukan unjuk rasa menolak proyek pembuatan "water training" oleh TNI AU di desa mereka, ada yang mengungsi, karena merasa ketakutan. Sedangkan, warga perempuan dan anak-anak lebih banyak memilih berada di dalam rumah mereka masing-masing.

Sementara itu, tiga dari empat warga yang menjadi korban kerusuhan, sampai Selasa malam, masih dirawat di Rumah Sakit Islam (RSI) As-Sobirin, Serpong.

Mereka adalah, Asep (40 tahun) tertembak di peluru karet bagian leher, Usup (45 tahun) luka di bagian kepala kena pukulan gagang senapan, serta Rosita (14 tahun) pelajar kelas 2 SMP yang tangan kanannya patah setelah dianiaya.

Sedangkan, Ilham (28) yang luka di bagian wajahnya, bisa berobat jalan.

Camat Rumpin Dace Supriyadi kepada ANTARA menyatakan, situasi di Kampung Cibitung, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, sepanjang Selasa, sepi dan mencekam.

"Warga laki-laki yang kemarin melakukan unjukrasa memilih mengungsi, karena takut. Sedangkan, warga perempuan dan anak-anak memilih berada di dalam rumah," katanya.

Seorang aktivis pemuda Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, M Soleh menyatakan, dia belum mengetahui bagaimana situasi kampungnya setelah kerusuhan.

"Sepanjang hari ini hujan, saya belum keluar rumah. Jadi, saya belum tahu bagaimana situasi di luar," katanya.

Namun dari rumahnya, Soleh melihat, masih ada kendaraan truk militer bermuatan sejumlah anggota TNI-AU yang lalu-lalang di Desa Sukamulya.

Menurut Dace Supriyadi, setelah terjadi kerusuhan, pada Senin (22/1) malam, Kapolwil Bogor Kombes Sukrawardi Dahlan dan Kapolres Bogor AKBP Irlan mengunjungi Desa Sukamulya.

Kapolwil dan Kapolres kemudian melakukan diskusi dengan Muspika Kecamatan Rumpin dan tokoh masyarakat di Kantor Kecamatan Rumpin.

Dari diskusi tersebut, menurut dia, kedua belah pihak, baik TNI-AU maupun warga masyarakat diminta untuk bisa menahan diri dan segera mencari penyelesaian.

"Warga bisa mematuhi permintaan Kapolwil untuk tidak melakukan aksi unjukrasa selama persoalan ini diproses," katanya.

Dalam diskusi tersebut, katanya, warga juga meminta agar Kapolwil juga bisa menghentikan kegiatan TNI-AU. "Tapi, tampaknya TNI-AU sulit dihentikan. Alasannya, menjalankan proyek dari pusat," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, katanya, warga juga menyatakan akan menempuh jalur hukum atas tindakan TNI-AU terhadap warga setempat. Selain itu, warga juga akan memintya bantuan DPRD Kabupaten Bogor, untuk mengadukan persoalan ini ke DPR-RI.

"Warga minta agar DPR-RI bisa memanggil Panglima TNI dan Menteri Pertahanan untuk menyelesaikan persoalan di Rumpin," katanya.

Sementara itu, Soleh minta, agar Pemkab Bogor segera bertindak untuk menyikapi persoalan Rumpin, yang menimbulkan korban luka-luka di kalangan warga.

"Kami meminta agar Pemkab segera bersikap, jangan diam saja. Kasihan warga yang menghadapi tindakan TNI-AU," katanya.

Ia minta agar Bupati Bogor, Agus Utara Effendi segera melakukan klarifikasi terhadap status tanah di Rumpin guna mengetahui siapa sebenarnya yang paling berhak atas tanah tersebut.

"Karena TNI-AU ternyata tidak hanya membuat `water training`, tapi juga akan menguasai sebagain tanah di Desa Sukamulya," katanya. antara/pur

http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=279915&kat_id=23

Tentara Buru Provokator, Warga Rumpin Ketakutan

Selasa, 23 Januari 2007 22:01 WIB
TEMPO Interaktif, Bogor:Buntut penyerangan ratusan warga terhadap proyek pembangunan Water Training, milik TNI Angkatan Udara, di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, enam warga yang diduga sebagai provoktor diamankan di Polsek Rumpin.

Warga sendiri merasa ketakutan dan tidak berani ke luar rumah. Suasana desa pun terlihat lengang, Selasa (23/1).Bentrokan antara warga dan anggota TNI terjadi Senin (22/1) petang.

Tiga warga terluka dan di rawat di RS Islam Sobirin, Serpong, Tangerang. Sedangkan seorang perwira TNI yang menderita luka pada bagian kepala dan beberapa giginya rontok di rawat di RS Atang Sanjaya. Menurut keterangan juru bicara TNI AU Atang Sanjaya, Bogor, Kapten Sus Ali Umri Lubis, anak buahnya hanya memberikan tembakan peringatan ke udara menggunakan peluru hampa. Tindakan itu dilakukan karena petugas terdesak.

"Kami sudah menahan diri dan berusaha kondusif, tetapi warga terus menyerang kami,” kata dia. Bentrokan antara warga dengan anggota TNI AU berawal ketika traktor datang ke lokasi pembangunan Water Training (tempat latihan air), sekitar pukul 14.00 wib. Satu jam kemudian warga mulai berkumpul di dekat proyek itu, jumlahnya ratusan orang. Anggota TNI AU berjaga-jaga dengan dilengkapi senjata. Sekitar pukul 16.00 warga mulai merangsek ke lokasi proyek. Mereka menyerang petugas dengan batu. Seorang perwira giginya rontok terkena hantaman batu. Karena terdesak tentara akhirnya melepaskan tembakan peringatan.

Warga lari kocar-kacir menyelamatkan diri. Di lokasi bentrokan ditemukan puluhan bambu runcing, tombak, puluhan ketapel dan sejumlah batu. Sementara itu versi warga, bentrokan berawal saat kedatangan rombongan truk dan alat berat milik TNI AU ke lokasi Water Training. Mereka menolak pembangunan Water Training karena tanah tersebut dianggap masih milik warga. Mereka mendatangi lokasi proyek.

Saat mereka menyampaikan aspirasi tiba-tiba ada yang melempar batu yang disusul suara tembakan. Warga pun berlari ketakutan. "Ada yang kena tembak, namanya Acep," ujar Hendri warga setempat. Malamnya, sekitar pukul 21.00, wib, sejumlah anggota TNI AU bersenjata lengkap mendatangi rumah warga.

Orang yang dianggap vokal menentang proyek itu ditangkap dan dibawa. tindakan itu membuat warga ketakutan. Seorang warga bernama Daryanto turut dibawa petugas. Daryanto dikenal sebagai tokoh masyarakat. Menurut keluarganya, Daryanto baru ditemukan keesokan harinya dalam kondisi babak belur. Badannya dipenuhi lumpur. Deffan Purnama)

http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2007/01/23/brk,20070123-91834,id.html

Siaran Pers: PENEMBAKAN MASYARAKAT RUMPIN OLEH TNI AU

Kami menyesalkan terjadinya penembakan serta penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat Kampung Cibitung Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Jawa Barat oleh 4 truk pasukan dari aparat TNI AU cq. Lanud Atang Sanjaya dan Paskhas, pada hari ini 22 Januari 2007. Akibatnya, 1 orang ditembak di bagian leher, 2 orang pingsan dan beberapa orang luka-luka serius sehingga harus dibawa ke RS di Jakarta. Penembakan terjadi sejak pukul 14.00 WIB-16.00 WIB dan menyebabkan warga lari ketakutan. Aparat TNI AU menyerang warga dan merusak posko yang dibuat oleh warga. Pasca penyerangan, aparat TNI AU melakukan penyisiran di kampung-kampung serta menangkap paksa 2 orang warga serta 1 orang pendamping (Cece dari AGRA Nasional). Hingga saat ini, keberadaan korban tidak diketahui. Jalan masuk dan keluar dari kampung ditutup oleh aparat TNI AU.

Di sisi lain, kami sangat menyesalkan tiadanya langkah pro aktif dari aparat kepolisian untuk menghentikan penyerangan dan penembakan. Aparat kepolisian telah membiarkan kekerasan ini terjadi. Bahkan dalam beberapa peristiwa sebelumnya aparat kepolisian justru membantu aparat TNI AU dan tidak melindungi warga.

Penembakan ini merupakan kelanjutan upaya TNI AU yang memaksakan membangun proyek Water Training di kawasan tempat tinggal warga. Warga secara tegas telah menyatakan penolakannya atas proyek yang tidak jelas peruntukannya dan telah mengabaikan hak-hak rakyat yang telah mengelola tanah ini secara turun temurun. Terhadap permasalahan ini, warga telah mengadukan persoalannya ke Komnas HAM, BPN dan Departemen Pertahanan.

Namun, TNI AU tetap memaksakan untuk membangun proyek ini. Kemarin, 21 Januari 2006 TNI tetap menurunkan 2 truk PHH yang dibantu oleh kepolisian Polres Bogor. Upaya ini digagalkan oleh 500 orang warga yang melakukan pengusiran terhadap pasukan tersebut.

Kami memandang bahwa aparat TNI AU telah melakukan perbuatan melawan hukum serta penggunaan kekerasan secara berlebihan (excessive use of power). Sementara kepolisian telah dengan sengaja membiarkan (by ommission) pelanggaran HAM terjadi.

Kami mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk mengambil langkah aktif dalam penanganan kasus ini. Aparat kepolisian harus segera meminta TNI AU untuk menghentikan intimidasi terhadap warga serta menjamin keselamatan masyarakat yang ditangkap. Kami juga mengingatkan kepolisian untuk bersikap profesional dengan tidak berpihak pada aparat TNI AU. Terhadap pelanggaran HAM yang terjadi, kami meminta Komnas HAM untuk segera datang ke lokasi dan menyelidiki peristiwa ini.

Jakarta 22 Januari 2007
Kontras, Walhi Jakarta, LBH Jakarta, Walhi Nasional, AGRA Nasional

(Siaran Pers Bersama) Kasus Rumpin: Pemerintah Harus Usut Tindak Kekerasan



Kami menyesalkan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI AU dari Lanud Atang Sandjaja, Bogor, terhadap warga kampung Cibitung desa Sukamulya kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Kekerasan aparat TNI ini dilatarbelakangi oleh klaim atas tanah yang dimiliki dan digarap oleh warga jauh sebelum Indonesia merdeka.

Peristiwa kekerasan diatas telah mengakibatkan 2 warga dalam kondisi kritis yang tengah dirawat di rumah sakit. Dan sebelas orang lainnya termasuk perempuan dan anak mengalami penganiayaan oleh aparat TNI AU tersebut. Bahkan seorang aktifis Agra (Cece) yang selama ini aktif mendampingi warga mengalami tindak penculikan dan penyiksaan oleh para aparat TNI AU.

Kekerasan terhadap warga Rumpin ini bukanlah yang pertama, sebelumnya seorang anak (14 th) juga pernah mengalami penganiyaan oleh aparat TNI AU yang berjaga di lokasi, disebabkan korban menolak meminjamkan motor kepada aparat TNI AU yang tengah berjaga.

Konflik antara warga dan TNI AU ini bermula dari rencana Lanud Atang Sandjaja yang hendak mengoperasikan proyek Water Training diatas lahan milik masyarakat. Klaim sepihak dari TNI AU ini telah menimbulkan keresahan warga Sukamulya sejak November tahun lalu. Sejak itu warga kerap melakukan aksi protes terhadap keberadaan aparat TNI AU disana.

Konflik pengambilalihan tanah antara warga oleh TNI AU ini bukanlah yang pertama. Dalam catatan KontraS kasus serupa terjadi di Bojong Kemang-Bogor, Kuala Namo-Sumut, Pattimura Laha (Ambon) dan Papua.

Dari gambaran kasus diatas, kami melihat TNI AU kerap memaksakan diri untuk mengambilalih tanah milik warga dengan dasar hukum yang tidak jelas. Padahal pada setiap kasus tersebut warga juga memiliki klaim hukum dan historis yang kuat atas tanahnya.

Klaim TNI AU atas sejumlah tanah warga ini disisi lain, bertentangan dengan rencana pemerintah untuk melaksanakan Program Pembaharuan Agararia Nasional. Program ini dimaksudkan untuk memberikan tanah kepada warga dan petani miskin, terutama hal ini dimaksudkan sebagai solusi atas konflik agraria.

Berdasarkan hal tersebut, Pertama, kami mendesak pada Panglima TNI untuk menarik mundur pasukan TNI AU dari desa Sukamulya, Kec. Rumpin. Kedua, mendesak DPR RI (Komisi I dan II) untuk segera meminta penjelasan atas kasus ini kepada Panglima TNI dan warga. Ketiga, kami mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan Reformasi Agraria. Kelima, kami mendesak Polri untuk melakukan langkah hukum terhadap aparat TNI AU yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil tersebut.

Jakarta, 23 Januari 2007
Front Mahasiswa Nasional (FMN), KontraS, Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (AGRA), LBH Bandung, LBH Jakarta, WALHI, Serikat Mahasiswa Indonesia, Serikat Tani Nasional (STN) Gabungan Serikat Buruh Independent, HUMA, PILNET, Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), SPI (Serikat Pengacara Indonesia)

Kasus Rumpin: DPRD Jabar Mengecam tindakan TNI-AU

Bandung,

Kamis (23/1), delegasi Solidaritas untuk Rakyat Rumpin yang terdiri dari AGRA Jawa Barat-Banten, Walhi Jabar, Seruni, LBHB, KMD, FMN, dan FAMU mendatangi DPRD Jawa Barat di Jalan Diponegoro, Bandung. Kedatangan beberapa elemen masyarakat ini bermaksud mengadukan tindakan kekerasan, berupa penculikan dan penganiayaan yang dilakukan aparat TNI-AU di Desa Sukamulya, Kec. Rumpin, Kab. Bogor.

Delegasi diterima oleh Saeful Huda, Sekretaris Komisi A dan Ruhiyat Wakil Ketua DPRD Jawa Barat. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan masyarakat menyampaikan sikap dan tuntutannya terkait dengan intensitas kekerasan yang dialami masyarakat Desa Sukamulya. Salah seorang perwakilan, Dadang Sudarja, menyatakan masyarakat menuntut sikap tegas DPRD Jawa Barat untuk mendesak dihentikannya seluruh aktivitas TNI-AU terkait dengan proyek pembangunan water training yang dilakukan di atas tanah sengketa.

“Tindakan TNI-AU di Desa Sukamulya tergolong sebagai pelanggaran HAM berupa perampasan lahan sawah garapan warga yang merupakan sumber mata-pencaharian utama warga desa Sukamulya,” demikian tegas Dadang.

Menanggapi tuntutan Solidaritas untuk Rakyat Rumpin, Saeful Huda dari Komisi A DPRD Jawa Barat menyanggupi untuk memenuhi semua tuntutan tersebut. Tidak hanya itu, DPRD akan segera mengirimkan nota protes Ketua DPRD Jawa Barat yang ditujukan ke Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Udara, Menteri Pertahanan, yang ditembuskan ke DPR-RI Komisi I dan II, Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia, Bupati Bogor, dan Gubernur Jawa Barat.

Selain itu, menurut rencana delegasi dari DPRD Jawa Barat akan mengunjungi lokasi kejadian di Desa Sukamulya, Kec. Rumpin, Kab. Bogor. Kunjungan ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan politik terhadap perjuangan masyarakat desa Sukamulya, Kec. Rumpin, Kab. Bogor.

Seorang Petani Terluka Kena Tembakan

Selasa, 23 Januari 2007

BOGOR, (PR).-Sejumlah anggota sebuah kesatuan di Bogor, mengamuk dan menembak serta membacok warga Kampung Cikoleang, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Peristiwa itu terjadi saat warga melakukan aksi unjuk rasa, menentang penyerobotan tanah milik mereka seluas 1.000 hektare, Senin (22/1), sekira pukul 15.00 WIB.

Akibatnya, pengunjuk rasa bernama Asep (48), terkena peluru yang diduga berasal dari senjata anggota kesatuan itu. Sedangkan yang terkena sabetan senjata tajam pada bagian kepala adalah, Ucup (42), Neneng (40) dan Rosita (14), siswi kelas 8. Mereka langsung dilarikan ke Rumah Sakit Assobirin, Tangerang .

Tidak hanya itu. Aksi pembubaran massa yang menduduki lahan pembagunan water training (tempat latihan perang di atas air-red.) tersebut, juga mengakibatkan beberapa orang warga jatuh pingsan. Karena, terkena pukulan dari anggota kesatuan, di antaranya Ny. Neneng (40), Haat (40), Yos (40).

Selain membuat pingsan, para aparat keamanan itu juga merusak sepeda motor bebek milik Miko. Semua korban, merupakan warga Kampung Cikoleang, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kab. Bogor.

Menurut Camat Rumpin, Dace Supriadi, aksi unjuk rasa yang diwarnai bentrokan antara warga Kampung Cikoleang, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, dengan empat peleton anggota kesatuan, dimulai sekira pukul 9.00 WIB. Tatkala, ratusan aparat dengan menggunakan sekira 7 truk perang, tiba di lokasi. Tujuannya, untuk membubarkan warga yang menempati areal pembangunan water training, di atas lahan seluas 1.000 hektare.

Namun, aksi tersebut semakin memanas, karena adanya pengusiran dari anggota kesatuan. Warga yang merasa tanahnya diserobot, tetap bertahan. Namun, sekira pukul 15.00 WIB, tiba-tiba ratusan anggota kesatuan itu membubarkan warga secara paksa.

Bahkan, anggota tersebut mengeluarkan tembakan ke udara. Akibatnya, ratusan masyarakat panik dan langsung berhamburan.

"Setelah kejadian pembubaran tersebut, mengakibatkan dua orang warga terluka, akibat terkena peluru yang menembus leher dan luka bacokan senjata tajam. Warga itu, terpaksa harus dilarikan ke RS Assobirin Tangerang," ungkapnya. (A-104/B-65)***


http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/012007/23/0312.htm

Warga Cibitung Kecam Tindakan Anarki TNI AU

Kamis, 25 Januari 2007

BANDUNG, (PR).-Aksi solidaritas terhadap bentrokan fisik antara TNI AU dan ratusan warga di Desa Cibitung, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, digelar puluhan mahasiswa di depan Gedung Sate, Jln. Diponegoro, Rabu (24/1). Mereka mengecam tindakan anarkis aparat militer atas segala bentuk intimidasi terhadap warga dan meminta TNI AU ditarik dari Desa Cibitung.

Sebagai simbol kecaman terhadap tindakan TNI AU, sepotong baju loreng dibakar massa dalam aksi mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Untuk Rakyat Rumpin. “Bentrokan fisik terjadi di atas tanah garapan rakyat tersebut adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia, dan penindasan yang terbuka. Kembalikan rasa aman pada rakyat agar mereka bisa hidup damai," ujar koordinator aksi, Hafez Azdam.

Menurut dia, kejadian penembakan di Rumpin bermula ketika TNI AU memaksa membangun sarana latihan water training di atas tanah 10 hektare milik warga. Padahal, tanah tersebut sudah menjadi milik warga dengan bukti fotokopi kikitir/girik yang dirincik oleh Badan Pertanahan Nasional (agraria) pada tahun 1976.

Wakil Ketua DPRD Jabar Achmad Ruchyat, yang menerima audiensi perwakilan mahasiswa, menegaskan DPRD akan segera ke lokasi dan meminta klarifikasi dari pihak terkait. "Kami menyarankan selain kepada DPRD Jawa Barat, masyarakat mengadukan masalah ini pada DPR karena kewenangannya TNI lebih dekat pada pusat," ujarnya.

Ditemui terpisah, Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan menyatakan, harusnya bentrokan tidak terjadi jika masyarakat dan TNI bisa menahan diri. “Penyelesaian masalah tidak harus konfrontatif, tapi bisa lewat jalur hukum,” katanya.

Danny juga meminta Pemkab Bogor dapat memfasilitasi masyarakat dengan aparat militer untuk menyelesaikan masalah. ”Hal ini harus diselesaikan bersama, saya harap masalah ini tidak berlarut-larut,” ujarnya. (A-158)***


http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/012007/25/0308.htm

Warga Cikoleang tak Ada yang Berani Keluar RumahSuasananya Mencekam Mirip Daerah Operasi Militer

Rabu, 24 Januari 2007

BOGOR, (PR).-Suasana Kampung Cikoleang Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, Selasa (23/1) masih mencekam menyusul terjadinya bentrokan antara ratusan warga dengan anggota TNI AU yang mengakibatkan jatuhnya korban luka dari kedua belah pihak, Senin (22/1).

Dari pemantauan "PR", sejak terjadinya bentrokan tidak ada seorang pun warga yang berani keluar rumah. Apalagi malam harinya sekira pukul 19.00 WIB, puluhan aparat TNI AU sempat melakukan sweeping ke beberapa rumah warga untuk mencari warga yang dianggap sebagai dalang penggerak aksi pendudukan lahan dan penyerangan.

"Tadi malam puluhan anggota TNI AU mendatangi rumah milik warga dan mereka secara paksa mencari warga yang ikut melakukan aksi demo. Ada sebagian warga yang dibawa secara paksa oleh mereka," ujar Heny (28) salah seorang warga RT 01/5 Kampung Cikoleang Desa Sukamulya.

Kedatangan puluhan anggota TNI AU ke Cikoleang untuk mencari warga yang diduga terlibat aksi demo tersebut dibenarkan Kepala Desa Sukamulya Supandi. Menurut dia, malam hari setelah kejadian bentrokan sedikitnya ada tujuh truk TNI AU masuk ke perkampungan dan mencari warga yang ikut demo.

"Semalam suasana di perkampungan ini mirip daerah operasi militer (DOM) di Aceh," kata Supandi kepada sejumlah wartawan yang menemuinya.

Dikemukakan, ada tiga warga yang mengamankan diri di Polsek Rumpin, Ilham (30) yang mengalami luka di dagunya akibat hantaman benda tumpul, H. Amir (50) dan Cece (35).
Mereka mengaku masih trauma dengan kejadian semalam. Bahkan mereka tidak berani pulang ke rumah karena takut didatangi oleh anggota TNI AU lagi. "Saat itu, saya langsung ditarik keluar rumah dan malam itu merasa sangat ngeri," ujar Amir.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, Rahmat Yasin menyayangkan terjadinya bentrokan antara pihak TNI AU dengan warga di Desa Sukamulya tersebut. Menurut dia bentrokan seharusnya tidak terjadi apabila kedua belah pihak bisa menahan diri. Supaya tidak terjadi lagi hal yang tidak diinginkan, menurut Rahmat lahan yang saat ini dijadikan sengketa antara TNI AU dengan warga harus di-status quo-kan.

"Sebelum persoalan kepemilikan tuntas, maka status lahan yang disengketakan harus status quo. Dan untuk mencari penyelesaiannya kami akan meminta pihak Departemen Pertahanan, DPR RI dan Panglima TNI untk turun tangan menyelesaikan persoalan ini," ujar Rahmat Yasin yang dihubungi, Selasa (23/1).

Secara terpisah, pihak Lanud Atang Sanjaya (ATS) menyangsikan kabar yang menyebutkan adanya dua warga yang mengalami luka tembak saat terjadi bentrokan antara anggotanya dengan warga di lokasi pembangunan water training.

Menurut Kepala Penerangan Lanud ATS, Kapten Ali Umri Lubis, semua anggota yang ditugaskan untuk membubarkan massa yang menduduki lokasi pembangunan water training hanya dibekali peluru hampa dan sama sekali tidak membawa peluru tajam.

"Untuk menyebutkan apakah luka yang dialami oleh seseorang itu disebabkan akibat peluru tidak bisa sembarangan tapi harus melalui pemeriksaan. Hanya dokter atau petugas medis saja yang berhak membuat kesimpulan tersebut," ujar Lubis yang dihubungi melalui pesawat telefon, Selasa (23/1).

Lubis juga menyayangkan pemberitaan di sejumlah media massa yang menyebutkan kalau pihaknya melakukan penyerangan bahkan perusakan dan penjarahan terhadap tempat tinggal warga apalagi dengan menggunakan senjata tajam. (A-104)***

Rabu, 24 Januari 2007
http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/012007/24/0305.htm

Warga Sukamulya Tolak Pembongkaran Lahannya

Dedi Jumhana - Bogor, Sekitar 500 warga Kampung Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Jawa Barat saat ini melakukan aksi unjuk rasa menolak pembongkaran lahan mereka yang akan diambil oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Mereka menuntut agar seluruh alat berat yang ada di lokasi segera diangkat.

Mereka juga menuntut agar semua anggota TNI AU yang ada dilokasi, dimana tempat mereka berada segera dicabut. Mereka juga menuntut agar mencopot atribut plang-plang yang ada di lokasi mereka. Aksi tersebut hingga saat ini masih terus berlangsung. Sementara pasukan TNI AU yang sudah dua hari menduduki tempat tersebut saat ini tengah mendirikan tenda di sekitar lahan mereka.

Dari pantauan ELSHINTA, Sabtu (25/11), lahan tersebut adalah lahan kosong, namun akan digunakan oleh TNI AU. Sementara warga sekitar mengklaim bahwa tanah tersebut adalah tanahnya. Mereka tengah menduduki alat berat berupa excavator (bego) yang akan membongkar lahan mereka.

Hingga berita ini diturunkan, warga tengah bergerak untuk memindahkan sebuah alat berat yang ada di sekitar tanah yang akan dibongkar tersebut. Sementara itu, untuk mengamanakan aksi tersebut pihak kepolisian dari Polsek Rumpin saat ini terus melakukan pengamanan. (dir)
www.elshinta.com

http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=34989

Warga Sukamulya Protes Pembangunan Water Training TNI AU

Dedi Jumhana - Parung, Ratusan warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Parung, Bogor, Jawa Barat Minggu (21/1) siang ini bersitegang dengan sejumlah aparat keamanan di sebuah lapangan.

Warga menyatakan menolak pembangunan water training untuk pasukan TNI Angkatan Udara di kawasan tersebut. Pasalnya warga menilai tanah yang akan dijadikan water training adalah milik mereka.

Seperti diketahui, water training adalah tempat latihan pasukan TNI AU untuk melakukan rnanuver di atas air dalam rangka rneningkatkan kemampuan para penerbang.

Dalam aksinya, sejumlah warga ada yang membawa alat pertanian seperti pacul, ada pula yang membawa potongan bambu. Sementara aparat kepolisian dan pasukan TNI AU yang berseragam lengkap menghadang mereka yang hendak masuk ke kawasan pembangunan water training.

Hingga berita ini diturunkan, ketegangan antara warga dan aparat keamanan masih berlangsung. Namun beberapa orang dari mereka ada yang mencoba menenangkan warga dan bernegosiasi.

Sejumlah warga terlihat pingsan. Namun belum diketahui penyebab dari pingsannya sejumlah warga tersebut. Besar kemungkinan mereka pingsan akibat berdesak-desakan saat berhadapan dengan aparat keamanan. (doa)

www.elshinta.com

http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=36761

TNI AU Masih Jaga Lokasi Pembangunan Water Training

Dedi Jumhana - Bogor, Sejumlah personil TNI Angkatan Udara masih berjaga-jaga di sekitar lokasi pembangunan water training di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Parung, Bogor, Jawa Barat petang ini.

Penjagaan itu dilakukan menyusul adanya aksi unjuk rasa warga setempat pada Minggu (21/1) kemarin untuk menolak proyek pembangunan sarana militer tersebut.

Sekitar pukul 15.00 WIB, Senin (22/1) siang tadi juga sempat terjadi kericuhan antara warga dengan aparat. Dalam kericuhan itu dua orang warga bernama Asep dan Rosita diduga terkena tembakan aparat. Saat ini keduanya telah dilarikan ke Rumah Sakit Assobirin Tangerang setelah dirujuk dari puskesmas setempat.

"Saat itu si korban sedang ikut demo, tapi dia nggak maju ke depan, dia di pinggir sawah. Bukan ketembak, itu ditembak, di bagian lehernya," kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Hingga berita ini diturunkan, aparat TNI AU masih melakukan penyisiran terhadap rumah-rumah warga setempat. Sebuah mobil Isuzu Panther yang merupakan milik tamu warga setempat sempat ditembak keempat bannya hingga kempes. Pemilik mobil pun dibawa oleh aparat.

Suasana Desa Sukamulya saat ini tampak lengang dan mencekam. Warga enggan keluar rumah karena merasa terancam jiwanya. Terlebih dengan adanya anak-anak muda yang sedang berkumpul ikut dibawa oleh aparat TNI AU, membuat warga jadi ketakutan. Menurut pantauan ELSHINTA, bukan hanya aparat dari TNI AU saja yang berjaga-jaga di lokasi, tapi juga Satuan Dalmas Polres Bogor. (doa)

www.elshinta.com

http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=36798

PertanahanPetani Mengadu Lahan Diserobot TNI AU

Senin, 18 Desember 2006

Bogor, Kompas - Sekitar 60 petani dari Cisauk, Kabupaten Tangerang, dan Rumpin, Kabupaten Bogor, mendatangi Kantor Kepolisian Resor Bogor dan Markas Detasemen Polisi Militer III/1 Bogor, Sabtu (16/12). Para pemilik girik tegalan atau sawah di Desa Sukamulya, Rumpin, itu mengadu lahan mereka dirusak dan diserobot TNI AU.

Di Polres Bogor mereka ditemui Wakil Kepala Polres Komisaris Asep Safrudin serta Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan Ajun Komisaris Syahroni. Sementara di Denpom Bogor mereka ditemui perwira piket Pembantu Letnan Dua Widiyanto dan bintara intelijen Sersan Kepala Dadan.

Dalam pengaduannya, petani mengaku bingung harus ke mana lagi meminta pertolongan. Menurut mereka, semua jalur sudah ditempuh mulai dari mengadu ke kepala desa, camat, bupati, DPRD Kabupaten Bogor, hingga Departemen Pertahanan. Namun hasilnya tetap tidak jelas.

"Jawaban yang kami terima, selalu meminta agar kami menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami diminta bersabar dan mematuhi hukum. Kami dilarang melakukan kekerasan atau bergesekan dengan TNI AU di lokasi. Padahal tegalan dan sawah kami diserobot dan dirusak pasukan TNI AU di Rumpin," kata Darmanto, pemilik lahan seluas 3.000 meter persegi dan menjadi juru bicara petani.

TNI AU sejak awal November lalu melakukan pengerukan dan penimbunan lahan di Sukamulya. Menurut Komandan Pangkalan Udara Atang Sandjaja, Bogor, Marsekal Pertama TNI Ignatius Basuki, di desa itu akan dibangun Markas Komando Detasemen Bravo Paskhas TNI AU serta fasilitas latihan, di lahan seluas 54 hektar. Basuki meminta masyarakat agar tidak mengganggu proyek pembangunan itu.

Menurut Darmanto, pihaknya bersama kepala desa dan camat sampai saat ini sudah berupaya menenangkan masyarakat untuk tidak bertindak anarki terhadap pelaksanaan proyek TNI AU itu.

Menanggapi pengaduan petani, Asep Safrudin hanya bisa mengibau mereka agar tidak berbuat anarki dan bersabar.

Adapun Widiyanto mengatakan, pengaduan petani ke Denpom Bogor salah alamat karena mereka bermasalah dengan TNI AU, bukan TNI AD. (rts)

KRONOLOGIS TANAH WARGA DESA SUKAMULYA YANG DI KLAIM SEPIHAK OLEH TNI ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA[1]


KRONOLOGIS TANAH WARGA DESA SUKAMULYA YANG DI KLAIM SEPIHAK OLEH TNI ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA[1]

I. MASA PENJAJAHAN BELANDA

Desa Sukamulya berasal dari 4 kelurahan yaitu :

  1. Desa Cikoleang Lurahnya : H. Sumatra (Almarhum)
  2. Desa Peusar Lurahnya : Sajiran (Almarhum)
  3. Desa Malahpar : Umar (Almarhum)
  4. Desa Leuwi Ranji : Sainan (Almarhum)

II. PERKEBUNAN KARET PT. CIKOLEANG

Dengan memakai kekuasaan Belanda Tuan Tanah merampas tanah rakyatdengan berbagai cara. Dari tahun ketahun semakin luaslah tanah tuan tanah, lalu oleh tuan tanah di tanami tanaman pohon karet. Dengan menggunakan tenaga kerja sekitar dan setiap pekerja dibayar dengan menggunakan 0,5 liter beras setiap setengah harinya. Apabila terdapat tenaga kerja yang tidak bekerja maka keesokan harinya tenaga kerja harus bekerja sehari penuh dengan bayaran setengah liter beras juga. Lokasi perkebunan karet Cikoleang sebagai mana gambar terlampir.

III. PERISTIWA TAHUN 1942-1944

Belanda di kalahkan oleh tentara Jepang, pendudukan tentara Jepang tidak terkecuali di Desa Sukamulya. Tahun 1943 awal tentara Jepang membuat lapangan terbang Nordin[2] diatas tanah warga dari 19 orang pemilik penggarap yang luasnya mencapai ± 7 Ha dari sebelah barat dari perkebunan karet luasnya ± 11 Ha dari sebelah timur.

Panjang landasan 1.800 Meter dan Lebar 100 Meter. Adapun pembuatan landasan kapal menggunakan tenaga sekitar yang dikerjapaksanakan sebagai Romusha dengan bayaran tidak menentu. Kurus keringlah badan warga beserta keluarganya dan akhirnya banyak yang pergi ketempat keluarga yang lain dengan tujuan ketempat yang lebih aman untuk kelangsungan hidup.

Tanah warga yang dipakai lapangan oleh tentara Jepang di bayar dengan menggunakan cek yang harus di cairkan di kantor pos pusat Gambir Betawi (Jakarta). Warga yang menerima cek dari Jepang berangkat ke kantor pos pusat diantar oleh H.A.Miang. setelah sampai dikantor pos pusat cek itu tidak berlaku. Wargapun pulang dengan perasaan kesal dan cek itu di buang setelah diremas-remas diatas jembatan kereta api lalu dibuang ke kali Cisadane Serpong.

Saat itu tenaga kerja paksa (Romusha) yang berasal dari warga sekitar banyak yang mati kelaparan dan pergi mengungsi. Kemudian tentara Jepang mendatangkan tenaga Romusha dari Tangerang, Depok, Bogor, Sukabumi dan Cianjur ribuan orang. Para Romusha banyak yang mati umumnya mati kelaparan. Apabila ada Romusha yang kabur kemudian tertangkap oleh tentara Jepang langsung di hukum tembak di hadapan Romusha lainnya.

Penduduk Desa Sukamulya banyak yang bergabung dengan gerilyawan pejuang kemerdekaan yang berlatih di Balaraja dan Serang.Orang yang bisa membaca dan menulis tidak mau bergabung dengan Jepang, tetapi mereka bergabung dengan gerilyawan.

Pada tahun 1944 pembuatan lapangan terbang sudah hamper selesai. Kemudian tentara Jepang membawa seseorang yang berasal dari Rangkasbitung yang bernama HASBULLAH. Hasbullah merupakan orang yang bisa membaca dan menulis. Hasbullah dijadikan mandor oleh tentara Jepang dan galaknya sama dengan tentara Jepang. Hasbullah datang pada waktu membuat perlindungan kapal di kampung Malahpar.

IV. PERISTIWA TAHUN 1945

Tentara Jepang bertekuk lutut kepada Sekutu.Lapangan terbang Noordin pun di serang oleh tentara NICA. Pada waktuitulah bom berjatuhan, berdentuman, peluru, meriam dan mortir bertebaran. Suara “serbu” dari pejuang kerap terdengar. Jerit tangis orang yang terkena peluru, teriakan dan pekikan kematian terdengar siang malam. Tidak terhitug berapa mayat (korban) yang bergelimpangan dan pejuang yang gugur membela hak melawan NICA dan Jepang yang serakah. Jerit tangis wanita dan anak-anak yang ditinggal mati ayah dan suaminya, menghadapi masa depan yang suram.

Tentara Jepang ditangkap oleh NICA dan tentara Jepang yang lari ke kampung di bantai oleh warga. Hasbullah pun saat itu dicari-cari oleh warga namun entah dimana keberadaaan yang bersangkutan bersembunyi.

17 Agustus 1945

Proklamasi kemerdekaan bergema di nusantara, warga desa ada yang terus masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) seperti Kopral Muhamad dan Letnan Nurdi. Masyarakat yang lainnya kembali bersama masyarakat memerangi kampung halaman dan ladang yang sudah menjadi hutan belukar dan sudah menjadi tempat babi hutan bersarang. Begitu pula sawah yang ditumbuhi rumput hingga mencapai semeter tingginya dan ilalang semak belukar (pesawahan lihat gambar).

Pada tahun 1955/1956 datang letnan Tjahyono bersama Hasbullah yang mengklaim tanah masyarakat di kampung Cikoleang sebelah barat Kampung Rancagaru/Rancamoyan, kampung Peusar, kampung Cilangkap, kampung Nordin, kampung parigi sebelah timur, kampung Malahpar dan kampung Cibitung menyatakan bahwa tanah-tanah tersebut diatas diklaim menjadi milik TNI Angkatan Udara. Pohon kayu yang besar-besar ditebang paksa oleh letnan Tjahyono bersama Hasbullah dan anggota AU lainnya. Wargapun melawan dan serig terjadi keributan antara TNI AU dengan warga sekitar.

Pada tahun 1960 andai saja pihak Camat, Koramil, Polsek Rumpin tidak segera datang ke Desa Sukamulya maka akan terjadilah keributan fisik antara TNI AU Letnan Tjahyono dan pasukannya dengan warga dari dua desa yaitu desa Sukamulya dan Cikandang.

Kemudian pada tahun 1960 diadakan musyawarah oleh Bupati Bogor, Badan Pertanahan Nasional (Agraria), DPRD, KODIM, POLRES, KOREM, TNI AU dan DAN LANUD ATANG SANJAYA Kol. Soetoepo dengan tokoh masyarakat dengan masyarakat lainnya. Dari pertemuan tersebut dihasilkan kepitusan yaitu :

DAN LANUD ATANG SANJAYA Kolonel Soetoepo mengatakan bahwa Tanah yang menjadi hak TNI AU hanya lapangan terbang Nordin yang panjangnya 1800 meter dan lebar 100 m, serta minta tanah eks perkebunan karet PT. Cikoleang selebar 50 meter sepanjang landasan lapangan terbang Nordin. Berarti toatal luasnya 27 Ha.
Luar dari pada itu silahkan di miliki oleh masyarakat.

Pada tahun 1955 keempat kelurahan diatas di jadikan menjadi satu nama desa yaitu Desa Sukamulya. Batas desa pun diatur dan dirinciklah tanah warga masyarakat dari Pusat sebagaimana fotocopy terlampir (Pjs. Kepala Desa H.A Miang). Apabila tanah tersebut diperjualbelikan keluarlah kikitir/girik tanah seperti fotocopy terlampir (tahun 1974).

Kemudian pada tahun 1976 tanah tersebut dirincik oleh Badan Pertanahan Nasional (agraria) dari Bandung Jawa Barat Kikitir atau Girik menjadi Foto Copy Kikitir/Girik terlampir (kadesH.DM. Nurja). Apabila tanah diperjualbelikan keluarlah kikitir/girik tanah seperti fotocopy terlampir. Bagi masyarakat yang punya biaya biasa membuat surat tanah menjadi hak milik (sertifikat).

Susunan Nama Kepala Desa Sukamulya :

  • Kepala Desa Arsilan tahun 1955 – 1959 (Almarhum)
  • Kepala Desa Anamin tahun 1959 – 1968 (Almarhum)
  • Pejabat Sementara Kepala Desa H.A Miang tahun 1968 – 1971 (Almarhum)
  • Kepala Desa H.DM. Nurja tahun 1971 – 1980 (Almarhum)
  • Kepala Desa H. Sana tahun 1980 – 1985 (Almarhum)
  • Pejabat sementara Kepala Desa A. Nurdi tahun 1985 – 1988 (Masih Ada)
  • Kepala Desa H. Amsari tahun 1988 – 1998 (Masih Ada)
  • Kepala Desa Mustafa Kamal tahun 1999 – 2006 (Masih ada)
  • Pejabat Sementara Kepala Desa Suganda tahun 2006-sekarang (Masih ada)

Walaupun sudah ada keputusan musyawarah dari Komandan Detasemennya Letnan Soetopo sampai ke yang lainnya TNI Angkatan Udaratetap mengklaim tanah seluas 1000 Ha.

Pada tahun 1991 ketika Desa Sukamulya di jabat oleh H. Amsari dengan gencar TNI Angkatan Udara mengkliam tanah seluas 1000 Ha. Pada hari kamis tanggal 2 Mei 1991 di Pendopo PEMDA Kabupaten Bogor diadakan pembahasan masalah tanah TNI Angkatan Udara yang dihadiri oleh Bupati Bogor (Bapak Edi Yoso Martadipura) dengan jajarannya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bogor, WADAN LANUD Atang Sanjaya Kolonel Tatang bersama staffnya dan saksinya bernama HASBULLAH. Bupati Bogor mengharapkan data-data tanah pemilikan TNI Angkatan Udara Atang Sanjaya, maupun pemilikan tanah yang dimiliki masyarakat.

WADAN LANUD ATANG SANJAYA Kolonel Tatang mengatakan bahwa TNI AU memiliki tanah seluas 2000 sampai dengan 4000 Ha serta tidak akan mengusir yang artinya tanah yang ditempati dipersilahkan saja. Itu kesaksian dari Hasbullah. Kemudian WADAN ATANG SANJAYA memperkenalkan Hasbullah. Hasbullah pun berbicara yang intinya adalah sebagai berikut :

Kalau tidak kuat iman Hasbullah telah pergi dari Rumpin karena di kejar akan dibunuh oleh orang Rumpin

Hasbullah berada di Rumpin sudah 47 tahun

Uang ganti rugi dari Jepang sebanyak 49 peti sudah dibagikan kepada 25.000 masyarakat yang paling banyak terdapat di Desa Sukamulya hingga mencapai 15.000

Amanat tentara Jepang kepada Hasbullah, lalu Hasbullah menyerahkan kepada Angkatan Udara.

Didesa Sukamulya tidak akan terjadi peristiwa seperti ini seandainya lurahnya bekerjasama dengan Hasbullah.

Kemudian Kepala Desa H. Amsari dipersilahkan bicara oleh Bupati Bogor, H. Amsari mengatakan bahwa :

Pertama : Menjelaskan dan menunjukan tanda bukti kepemilikan tanah masyarakat berupa kikitir/girik dan surat hak milik (sertifikat) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bogor. Dijelaskan juga hasil musyawarah pada tahun 1960.

Kedua : H. Amsari (Kepala Desa waktu itu) membahas kesaksian Hasbullah dari TNI Angkatan Udara yaitu :

  1. Andainya Hasbullah pada tahun 1945 ketangkap bersama tentara Jepang dia pasti sekarang tidak akan hadir disini. Hasbullah merupakan pengikut tentara Jepang dan kejam seperti Jepang
  2. Ganti rugi yang dikatakan Hasbullah itu bohong, tidak ada penggantian yang ada hanya cek kosong kepada 19 orang pemilik tanah yang dipakai landasan
  3. Amanat tentara Jepang kepada Hasbullah itu menandakan Hasbullah pengikut setia tentara Jepang. Lalu Hasbullah menyerahkan kepadaTNI Angkatan Udara itu suatu hal yang mustahil tidak ada kamusnya.
  4. Hasbullah berada di Rumpin sudah 47 tahun itu benar, karena Hasbullah datangnya ke Desa Sukamulya bersamaan dengan tentara Jepang pada tahun 1944.
  5. Hasbullah mengatakan di Desa Sukamulya tidak akan terjadi seperti ini kalau saja Lurahnya bekerjasama dengan Hasbullah.

Maka jelaslah tanah yang di klaim oleh TNI Angkatan Udara hanya rekayasa Hasbullah (lihat Surat Kepala Staf Angkatan Perag Nomor 023/KSAP/1950 tanggal 25 Mei 1950, yang bunyinya adalah :”Lapangan terbang serta bangunan-bangunan yang termasuk lapang dan alat-alat yang berada di lapangan dan sungguh-sungguh diperlukan untuk memelihara lapangan-lapangan tersebut menjadi milik Angakatan Udara Republik Indonesia. Jelaslah kalimat diatas dimaksudkan hanya lapangan terbang Nordin yang luasnya 18 Ha.

Terakhir pada pembahasan itu Bupati Bogor mengatakan pada minggu ke-3 akan ada pertemuan lagi dan masing-masing membawa data kepemilikan tanah. Hingga sampai sekarang belum ada pertemuan lagi

V. PERISTIWA TAHUN 2003
Turunlah SK Bupati Bogor Nomor 591/194/KPTS/HUK/2003 tanggal 12 Juni 2003 tentang penetapan pembagian/pengalokasian atas tanah Eks HGU PT. Cikoleang seluas 90 Ha dan seterusnya.

VI. PERISTIWA TAHUN 2006
SK Bupati nomor 591/194/KPTS/HUK/2003 dimohonkan oleh TNI AU Atang Sanjaya agar di cabut dengan suratnya Nomor B/398/VIII/2005. kemudian permohonan pencabutan SK Tersebut diatas di tolak oleh Bupati Bogor,surat penolakan Bupati Bogor Nomor 593.4/393-Tapem.

Pada tanggal 8 September 2005 TNI AU mendatangi tanah lokasi PEMDA, Desa dan Kavling Masyarakat dan merusak patok batas tanah, kemudian TNI AU memasang plang yang bertuliskan ini tanah milik TNI AU berdasarkan SK. KSAP Nomor 023/KSAP/1950

Pada bulan Oktober 2006 H.Amir Ketua RT 01/05 kampung Cibitung terus menerus didatangi oleh colonel Dery Pemba Syafar yang maksudnya TNI AU akan membuat Water Training diatas tanah sawah blok Cisauk persil 20 seluas 10 Ha dengan harga Rp 7.000 permeter perseginya. Kemudian H.Amir tidak menyanggupi dikarenakan pemiliknya tidak mau menjual. Kemudian diajaklah Koonel Dery menghadap PJs Kepala Desa Sukamulya. Kesimpulannya Pjs. Kepala Desa mengadakan pertemuan hari Sabtu tanggal 4 Nopember 2006 antara Kolonel Dery dengan pemilik tanah sawah dibalai desa Sukamulya.

Dalam pertemuan itu hadir Pejabat sementara (Pjs) kepala Desa Sukamulya, Kolonel Dery bersama anggotanya, CAMAT, DANRAMIL, KAPOLSEK RUMPIN, dan para pemilik Tanah sawah bersama warga Perum SETNEG dan warga LAPAN. Kolonel Dery akan membeli tanah sawah dengan harga Rp 7.000/m² dan tanah TNI AU ada sekitar 1000 Ha. Termasuk tanah sawah yang akan dibelinya itu. Lalu pemilik tanah sawah tidak akan menjual dan warga lingkungan keberatan apabila akan digali dengan alasan apapun, sedangkan alat-alat besar seperti Beko dan alat-alat bangunan lainnya sekarang sudah ada dilokasi tanah asset desa Sukamulya.

Kesimpulan rapat supaya alat berat beko dan alat-alat lainnya supaya diangkat dari lokasi tersebut pada waktu itu juga, selang satu hari dikeluarkanlah alat beko dan lainnya dari lokasi itu.

Tetapi tanggal 7 Nopember 2006 TNI AU datang lagi membawa Beko dan Ponton alat untuk menggali pasir dan alat-alat bangunan dengan di kawal oleh tentara TNI AU membawa senjata lengkap laras panjang ditangan. Beko yang menggali tanah warga di kawal oleh tentara TNI AU dengan membawa senjata laras panjang di tangan.

Hari Sabtu tanggal 25 Nopember 2006 sebanyak ± 250 orang dating untuk berdemo supaya TNI AU hengkang dari lokasi. Demo tersebut disaksikan oleh Pjs. Kepala Desa Sukamulya, Ketua BPD Sukamulya, CAMAT Rumpin, KORAMIL, KAPOLSEK Rumpin, yang kemudian di jawab oleh TNI AU sambil membawa senjata, katanya akan pergi jika sudah ada perintah dari Komandan. ”Sebentar lagi komandan kami datang harap tunggu”, ujarnya. Datanglah helikopter terbang sebanyak 4 helikopter yang tingginya hanya 4 meter diatas kepala para pendemo sebanyak tiga kali, tetapi komandannya tidak kunjung datiag. Akhirnya yang demo pun pulang ketempat masing-masing pukul 15.00 sore selang 30 menit kemudian datanglah pasukan baret kuning sebanyak 130 tentara TNI AU.

Pada hari Rabu tanggal 14 Nopember 2006 warga melakukan aksi lagi berupa penutupan (pemblokiran) jalan yang menuju lokasi TNI AU dengan patok dan besi Cor. Kemudian TNI AU datang dengan senjata laras panjang di tengteng membuka patok jalan.

Hari selasa tanggal 5 Desember 2006 Warga melakukan aksi unjuk rasa untuk menyalurkan aspirasinya di gedung DPRD Bogor ± 300 orang meminta kepada Bupati dan DPRD menghentikan pembangunan proyek WATER TRAINING oleh TNI AU yang menyerobot dan merampas tanah sawah milik warga yang merupakan tanah produktif.

TNI AU setiap hari menggali tanah warga tiada hentinya. Hari minggu tanggal 10 Desember 2006 warga melakukan aksi unjuk rasa kembali dan berorasi dijalan Cisauk-Cicangkal serta beramai-ramai mendatangi kelokasi sawah yang di gali oleh TNI AU yang sudah mencapai luasan 2 Ha sedalam 2 meter.

Hari kamis tanggal 14 Desember 2006 Wakil Warga mendatangi Badan Pertanahan Nasional Pusat yang diterima oleh bapak Sucipto. Katanya BPN Pusat akan dating ke BPN Bogor dan berjanji akan meninjau lokasi antara 3 sampai 8 hari setelah pertemuan ini.

Hari Sabtu tanggal 23 Desember warga melakukan aksi unjuk rasa kembali menutup jalan yang menuju lokasi dengan menggunakan SIRTU (Batu pasir) dan langsung berorasi menuju Balai Desa Sukamulya. Kemudian dari Balai Desa Sukamulya warga berunjuk rasa ke lokasi tanah sawahnya yang di keruk oleh TNI AU.

Hari minggu tanggal 25 Desember 2006 TNI AU Semakin menjadi-jadi dengan menurunkan Beko ke sawah Warga, dengan tujuan membuat galian baru dengan dikawal oleh TNI AU bersenjatakan laras panjang yang ditodongkan kedepan. Dengan spontan ibu-ibu warga masyarakat turun untuk menghalau beko yang sudah turun kesawah, menangis, danmengejar memburu beko yang sedang menggali tanah sawah.

Hari Senin tanggal 22 Januari 2007
Pihak TNI-AU mendatangkan pasukan PHH ke lokasi pembangunan proyek Markas komando detasemen Bravo dan Water Training sekitar pukul 13.00 siang di tambah dengan 2 truk dari kepolisian dengan tujuan mengusir warga desa sukamulya yang mempertahankan tanahnya untuk proyek tersebut. Bentrokan secara fisik terjadi antara TNI-AU dengan Warga desa Sukamulya yang berjumlah ± 1000 orang. Bentrokan ini dipicu oleh pihak TNI-AU yang hendak membubarkan warga dengan menggunakan senjata berupa tembakan. Tembakan senjata tersebut telah menyebabkan korban.

Warga desa Sukamulya yang mengalami luka tembak dan luka berat dikarenakan adanya pemukulan oleh TNI-AU adalah sebagai berikut :

  • Acep (L)Warga Cibitung Desa Sukamulya Umur 50 tahun luka tembak di leher
  • Usup (L) 50 tahun luka-luka karena aksi pemukulan oleh TNI-AU
  • Acih (P) 40 tahun luka-luka karena aksi pemukulan oleh TNI-AU
  • H. Neneng (P)Pingsan kena pukulan dan 5 gram kalung emas yang dipakai dirampas oleh TNI-AU
  • Iyos (L) 40 tahun pingsan kena pukulan
  • Hahat (P) 40 tahun pingsan kena pukulan
  • Mukri (L) motornya di rusak
  • Saung tempat pertemuan warga di rusak
  • Warga Perumnas yang hendak ikut aksi kena pukulan

[1] Tulisan yang di susun oleh H.Amsari merupakan sesepuh masyarakat desa Sukamulya sebagai bahan rujukan data atas kasus tanah warga Desa Sukamulya dengan TNI Angkatan Udara Republik Indonesia yang sampai sekarang TNI AU masih mengakui keberadaan tanah di Desa Sukamulya seluas ± 1000 Ha merupakan milik TNI AU berdasarkan SKAP tahun 1950 yang diakui sebagai harta rampasan perang.

[2] Istilah Nordin merupakan istilah nama tempat atau dusun di Desa Sukamulya yang menurut warga nama kampung tersebut berasal dari nama seorang tokoh yang bernama Nordin.